18 Mei 2012

Indonesia Tingkatkan Jumlah Pasukan Perdamaian

Indonesia adalah salah satu negara yang aktif mengirimkan personel militernya dalam tugas-tugas perdamaian di bawah misi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Kontingen Indonesia berada di urutan 15 dari 177 negara yang memiliki pasukan perdamaian. Meski jumlahnya sudah cukup besar, Indonesia telah menetapkan target untuk terus menambah kapasitas pasukan ini.

Dalam diskusi bertajuk 'Indonesia sebagai
Rising Middle Power' yang diselenggarakan hari Rabu siang di Yogyakarta, Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI, Brigjen Imam Edy Mulyono, M.Sc, MSS mengatakan kini ada sekitar 1.966 personel pasukan perdamaian. Setidaknya dalam dua tahun ke depan, diharapkan jumlah itu akan meningkat menjadi 4.000 prajurit. Tidak hanya bertambah dalam jumlah, pasukan perdamaian asal Indonesia juga diharapkan mampu duduk pada posisi-posisi penting dalam misi perdamaian PBB.

"Ke depan kita ingin dalam waktu dua tahun mendatang bisa mengirim sekitar 4.000 orang, dan ini bukan jumlah personel saja, tetapi juga kita ingin pada posisi-posisi leadership. Jadi kita ingin jadi komandan-komandannya juga, jangan hanya teman-teman dari negara maju. Ini terkait dengan politik kita, bagaimana para diplomat kita memperjuangkan kepentingan ini di New York (markas PBB). Kalau posisi kita kuat, diplomatiknya kuat, militernya kuat, kita bisa negosiasi," demikian ungkat Brigjen Imam Edy Mulyono.


Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI adalah lembaga baru yang dibentuk oleh pemerintah, untuk mewujudkan program ini. Lembaga ini secara khusus akan melakukan berbagai upaya, untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas prajurit TNI, sehingga memenuhi standar sebagai anggota pasukan perdamaian PBB.


Pengamat hubungan internasional, Universitas Gadjah Mada (UGM) Rochdi Mohan Nazala, menilai peningkatan peran Indonesia dalam program pasukan perdamaian PBB adalah sesuatu yang positif. Di satu sisi, militer Indonesia harus terus memperbaiki citranya di dalam negeri, namun bersamaan dengan itu, citra di luar negeri juga harus dibangun. Citra ini akan menentukan posisi Indonesia di depan negara-negara lain.


Menurut Rochdi, kalangan sipil harus terus melakukan pemantauan atas pengiriman pasukan semacam ini, agar tujuan utamanya tercapai dan bukan justru terlibat dalam konflik-konflik di negara asing yang seharusnya dijaganya."Itu mampu menaikkan persepsi kita, atau image bangsa Indonesia, pada level internasional. Untuk saat ini saya pikir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah berhasil. Artinya persepsi kita di mata internasional cukup baik, dan Indonesia sudah mulai memperoleh perhatian lagi ke level internasional. Sesuatu yang hampir sepuluh tahun kita kehilangan, terutama sejak Soeharto turun pada 1998," ungkap pengamat dari UGM ini.


"Kita tetap mendorong mereka, supaya tetap profesional. Kalau di dalam negeri saja mereka profesional, kita berharap pasukan yang dikirim itu jauh lebih profesional. Yang paling dijaga sekarang adalah bagaimana sipil mengawasi militer supaya militer itu tetap profesional," tambah Rochdi.


Selain Indonesia, 15 besar negara pengirim pasukan perdamaian di bawah PBB antara lain adalah Bangladesh, Pakistan, India, Nigeria, Etiopia, Jordan, Ghana, dan Afrika Selatan. Dari 1.966 personel pasukan perdamaian Indonesia, mayoritas bertugas di Libanon, Darfur, Liberia dan Haiti. Mereka terdiri dari 1.790 personil militer, 155 polisi dan 21 pemantau militer dan ikut dalam 16 misi perdamaian PBB.


Untuk terus meningkatkan jumlah pasukan perdamaian, Indonesia baru saja membangun 'Indonesian Peace and Security Center' sebagai pusat pelatihan yang mampu menampung 1.500 personel.
Previous Post
Next Post

0 Please Share a Your Opinion.: