Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsdya TNI Eris Herryanto mengungkapkan pihaknya sudah berencana membeli pesawat intai tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) sejak 2006. Pengadaan pesawat intai ini dilakukan satu paket dari Kital Philippine Corp.
“Sudah 2006 kami proses itu. Persisnya berapa saya nggak hafal, tapi itu satu paket. Prosesnya tinggal bayar uang muka saja, terus barang itu diproduksi, terus datang ke kita,” ujarnya di Gedung Kemenhan, Jakarta, Rabu 8 Februari 2012.
Menurut Eris, teknologi sekarang sudah global sehingga bisa membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari mana saja, seperti tank Anoa buatan PT Pindad, Bandung. Anoa itu mesinnya dari Perancis, dan bannya bukan buatan dalam negeri. Karena itu, pihaknya meminta jangan mempermasalahkan teknologi itu buatan mana. ”Yang pasti kita membelinya dari Kital Filipina,” tegasnya.
Eris menjelaskan, proses pengadaan pesawat intai membutuhkan waktu lama, sekitar tiga tahun. Sekarang, pihaknya ingin mempercepatnya dengan memotong penyebab kelambatan. Salah satu kendala belum terealisasinya pengadaan pesawat intai adalah penetapan anggaran.
"Kami tidak bisa menandatangani kontrak kalau tidak ada penetapan anggarannya," jelasnya.
Dia menambahkan, pesawat intai tersebut adalah kebutuhan Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI. "Karena ini wahana udara, yang faham mengenai keudaraan adalah Angkatan Udara sebagai operator," tuturnya.
Eris mengatakan pihaknya sudah pasti membeli pesawat intai yang rencananya akan ditempatkan di Pontianak. "Sudah, sudah pasti. Ya kan ada mekanisme yang harus melalui Komisi I, tinggal kami komunikasikan ke Komisi I," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya keberatan dengan rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Filipina. "Saya heran. kenapa Filipina? Teknologi kita jauh lebih di atas. Saya curigai itu bukan buatan Filipina," kata dia.
Apalagi, beredar kabar, pesawat itu sejatinya buatan Israel. "Kalau itu buatan Israel lebih mencurigakan lagi karena kita belum punya hubungan diplomatis."
Meskipun Indonesia membeli pesawat tersebut dari Filipina namun buatan Israel, tetap saja Indonesia akan membeli suku cadang kepada Israel --yang masih banyak melakukan pelanggaran HAM.
DPR menyarankan, pemerintah dan TNI untuk menggunakan produk dalam negeri. Sekaligus mendorong kemajuan industri pertahanan. "Misalnya pesawat tanpa awak buatan IPTN. Kapan lagi kalau bukan sekarang," kata dia.
“Sudah 2006 kami proses itu. Persisnya berapa saya nggak hafal, tapi itu satu paket. Prosesnya tinggal bayar uang muka saja, terus barang itu diproduksi, terus datang ke kita,” ujarnya di Gedung Kemenhan, Jakarta, Rabu 8 Februari 2012.
Menurut Eris, teknologi sekarang sudah global sehingga bisa membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari mana saja, seperti tank Anoa buatan PT Pindad, Bandung. Anoa itu mesinnya dari Perancis, dan bannya bukan buatan dalam negeri. Karena itu, pihaknya meminta jangan mempermasalahkan teknologi itu buatan mana. ”Yang pasti kita membelinya dari Kital Filipina,” tegasnya.
Eris menjelaskan, proses pengadaan pesawat intai membutuhkan waktu lama, sekitar tiga tahun. Sekarang, pihaknya ingin mempercepatnya dengan memotong penyebab kelambatan. Salah satu kendala belum terealisasinya pengadaan pesawat intai adalah penetapan anggaran.
"Kami tidak bisa menandatangani kontrak kalau tidak ada penetapan anggarannya," jelasnya.
Dia menambahkan, pesawat intai tersebut adalah kebutuhan Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI. "Karena ini wahana udara, yang faham mengenai keudaraan adalah Angkatan Udara sebagai operator," tuturnya.
Eris mengatakan pihaknya sudah pasti membeli pesawat intai yang rencananya akan ditempatkan di Pontianak. "Sudah, sudah pasti. Ya kan ada mekanisme yang harus melalui Komisi I, tinggal kami komunikasikan ke Komisi I," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya keberatan dengan rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Filipina. "Saya heran. kenapa Filipina? Teknologi kita jauh lebih di atas. Saya curigai itu bukan buatan Filipina," kata dia.
Apalagi, beredar kabar, pesawat itu sejatinya buatan Israel. "Kalau itu buatan Israel lebih mencurigakan lagi karena kita belum punya hubungan diplomatis."
Meskipun Indonesia membeli pesawat tersebut dari Filipina namun buatan Israel, tetap saja Indonesia akan membeli suku cadang kepada Israel --yang masih banyak melakukan pelanggaran HAM.
DPR menyarankan, pemerintah dan TNI untuk menggunakan produk dalam negeri. Sekaligus mendorong kemajuan industri pertahanan. "Misalnya pesawat tanpa awak buatan IPTN. Kapan lagi kalau bukan sekarang," kata dia.
0 Please Share a Your Opinion.: