Padangsidimpuan, (Analisa). Para kepala daerah dan tokoh-tokoh adat se-Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) meliputi Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padanglawas dan Padanglawas Utara, mendukung pelestarian budaya mandailing.
"Seluruh kepala daerah, tokoh adat se-Tabagsel mendukung pelestarian budaya Mandailing dimanapun orang mandailing itu menetap," ujar Presiden Mandailing Malaysia Encik Ramli Abdul Karim Hasibuan, bersama anggota panel pemikir Profesor Dr Ahmad Atory Bin Hussain Lubis, Sekretaris Cik Diana Binti Semaon Harahap, anggota dan mantan mejelis pimpinan Encik Yusof Bin Amin Noordin Nasution, Tuan Haji Ahmad Ikram bin Abdul Karim Nasution, Encik Sulaiman Nasution bin Taibon serta tokoh adat Tabagsel, Baginda Tambangan Harahap kepada Analisa, Kamis (12/7).
Dikatakan, dukungan yang diberikan para kepala daerah dan tokoh adat se-Tabagsel itu, sangat berbanding terbalik dengan apa yang terlihat ditayangan media massa.
Memperkokoh hubungan silaturahim serta mendekatkan hubungan persaudaraan sesama masyarakat mandailing di Malaysia melalui Mandailing Malaysia dengan masyarakat Mandailing di Sumatatera Utara.
"Kunjungan ini membuktikan tidak ada masalah antara para suku Mandailing berkewarga negaraan Malaysia maupun Indonesia, meski berbeda negara namun suku Mandailing tetaplah satu, " katanya sembari menyebut klaim tor-tor dan gordang sembilan oleh Malaysia hanyalah isu dan muncul akibat adanya kesalahan penafsiran bahasa.
Sementara Profesor Dr Ahmad Atory Bin Hussain Lubis mengungkapkan, keberadaan suku Mandailing di Malaysia sudah sangat lama atau sekitar 200 tahun lalu.
"Orang Mandailing sudah ada di Malaysia sekitar tahun 1830-an dibawa oleh Sultan Puasa Nasution (pengusaha Biji Timah), makanya jangan heran jika banyak daerah di Malaysia bernamakan Mandailing seperti Muara Bustak atau sekarang disebut Kuala Lumpur, " terangnya.
Dijelaskan, saat ini juga ada sebanyak 26 desa di Malaysia yang mayoritas penduduk Mandailing dan tetap melaksanakan budaya Mandailing dalam kesehariannya, seperti bahasa maupun adat istiadat.
"Mereka tinggal di Malaysia sudah turun temurun mulai ratusan tahun lalu, mereka cinta dan utuh sebagai warga negara Malaysia namun adat budaya Mandailing tetap di hati mereka," katanya.
Terpisah tokoh adat Tabagsel Baginda Tambangan mengungkapkan apresiasi tinggi atas kunjungan persatuan halak Mandailing Malaysia ke Tabagsel.
"Ini bukti jika masyarakat mandailing dimanapun berada adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, meski berbeda negara namun tetap cinta kepada budaya leluhur, " katanya sembari menyebut dalam waktu dekat juga akan melakukan kunjungan balasan.
Dikatakan, dukungan yang diberikan para kepala daerah dan tokoh adat se-Tabagsel itu, sangat berbanding terbalik dengan apa yang terlihat ditayangan media massa.
"Kami disambut dengan tor-tor dan gordang sembilan dengan sangat meriah, tidak ada sepatah katapun dari mereka yang mempertanyakan isu klaim tor-tor dan gordang sembilan yang menghangat belakangan ini, "ungkapnya.Dijelaskan, kunjugan resmi persatuan halak mandailing Malaysia ke wilayah Sumatera Utara yang merupakan inisiatif dan dukungan Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Dato Seri Utama Dr Rais Yatim, bertujuan untuk meningkatkan hubungan baik dengan para kepala daerah dan tokoh masyarakat Tabagsel.
Memperkokoh hubungan silaturahim serta mendekatkan hubungan persaudaraan sesama masyarakat mandailing di Malaysia melalui Mandailing Malaysia dengan masyarakat Mandailing di Sumatatera Utara.
"Kunjungan ini membuktikan tidak ada masalah antara para suku Mandailing berkewarga negaraan Malaysia maupun Indonesia, meski berbeda negara namun suku Mandailing tetaplah satu, " katanya sembari menyebut klaim tor-tor dan gordang sembilan oleh Malaysia hanyalah isu dan muncul akibat adanya kesalahan penafsiran bahasa.
Sementara Profesor Dr Ahmad Atory Bin Hussain Lubis mengungkapkan, keberadaan suku Mandailing di Malaysia sudah sangat lama atau sekitar 200 tahun lalu.
"Orang Mandailing sudah ada di Malaysia sekitar tahun 1830-an dibawa oleh Sultan Puasa Nasution (pengusaha Biji Timah), makanya jangan heran jika banyak daerah di Malaysia bernamakan Mandailing seperti Muara Bustak atau sekarang disebut Kuala Lumpur, " terangnya.
Dijelaskan, saat ini juga ada sebanyak 26 desa di Malaysia yang mayoritas penduduk Mandailing dan tetap melaksanakan budaya Mandailing dalam kesehariannya, seperti bahasa maupun adat istiadat.
"Mereka tinggal di Malaysia sudah turun temurun mulai ratusan tahun lalu, mereka cinta dan utuh sebagai warga negara Malaysia namun adat budaya Mandailing tetap di hati mereka," katanya.
Terpisah tokoh adat Tabagsel Baginda Tambangan mengungkapkan apresiasi tinggi atas kunjungan persatuan halak Mandailing Malaysia ke Tabagsel.
"Ini bukti jika masyarakat mandailing dimanapun berada adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, meski berbeda negara namun tetap cinta kepada budaya leluhur, " katanya sembari menyebut dalam waktu dekat juga akan melakukan kunjungan balasan.
Rating Artikel : 5 Jumlah Voting : 99 Orang
0 Please Share a Your Opinion.: