08 Agustus 2012

Indonesia Kiblat Busana Muslim Dunia

Tantangan internal dan eksternal masih menghambat pergerakan.

Sejak tahun 2010, Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) yang terdiri dari Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Majalah Noor, dan Shafira menggelar ajang tahunan, Indonesia Islamic Fashion Fair (IIFF). Misinya, untuk membuat Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia pada tahun 2020. Memasuki
tahun ketiga, IIFF sudah melihat beberapa tantangan yang menjadi tugas bersama untuk diatasi.  
 

Taruna K Kusmayadi, Ketua APPMI saat konferensi pers IIFF di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (6/8) mengatakan, dalam mencapai misi tersebut, masih ada beberapa masalah internal dan eksternal yang harus dirapikan.


"Untuk internal, di dalam wadah ini terdapat begitu banyak anggota. Dengan banyak anggota itu pula artinya ada beragam keinginan, sehingga sulit untuk disatukan, apalagi bila ingin menjajah pasar internasional, tentu tujuan dan cara pikir harus sejalan semua," jelasnya.


Sementara dari segi eksternal, menurut Taruna, pihaknya masih membutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak untuk bisa menghadapi tantangan-tantangan spesifik.


"Kami mengerti, pemerintah punya banyak hal yang harus ditangani, sementara busana Muslim adalah hal yang baru untuk diekspor, jadi mungkin belum menjadi prioritas. Selain itu pula, kita sudah banyak sekali sekolah mode bertaraf nasional dan internasional, tetapi manajemen usaha di bidang fashion bukan hal mudah. Untuk seorang desainer menguasai lebih dari 1 bidang dalam menjalankan usahanya, misal, harus menguasai cara mendesain, berjualan, berpromosi, dan sebagainya, bukan hal yang mudah. Akan sangat membantu bila ada wadah, asosiasi, juga pemerintah yang bisa membantu memperkaya kemampuan berdagang dan perkembangan," kata Taruna.


5 Tantangan versi Direktorat Jenderal IKM Kemenperin

Di saat bersamaan, Euis Saedah Direktur Jenderal Ditjen IKM Kemenperin mengungkap 5 hal yang menurutnya menjadi tantangan dalam mencapai mimpi bersama yang disebutkan di atas tadi.

Kelima tantangan tersebut adalah;

1. Bahan baku

"Kita masih banyak tergantung bahan impor, terutama katun dan sutera. Dulu, kita bisa memenuhi kebutuhan bahan sutera sendiri, tetapi kemudian ada penyakit yang menggerogoti ulat dan kepompong suteranya. Jadi kini masih impor yang kebanyakan berasal dari China," kata Euis.

Dilanjutnya, menurut pemerintah, kecukupan bahan baku adalah tantangan yang terus berulang. Mengenai subsidi, bak pedang bermata dua. "Memang, kalau diberikan subsidi untuk impor bahan baku akan membantu pengusaha karena lebih murah, namun ada dampaknya, yakni tidak mendidik. Importir yang tahu ada subsidi dari pemerintah akan senang saja, karena bisa menaikkan harga sesukanya. Butuh kestabilan harga yang disokong oleh IKM dan BUMN. Kita juga harus mulai melirik bahan-bahan baku dari dalam negeri, seperti rami dan serat nanas," jelas Euis.


2. Teknologi

Saat ini, menurut Euis, Kementerian Perindustrian sudah memasuki tahun ketiga untuk merestrukturisasi bantuan mesin. "Pemerintah mendukung pengusaha dengan memberi pengusaha dukungan berupa subsidi pembelian mesin untuk tekstil, bordir, dan sebagainya," jelas Euis yang menyayangkan karena saat ini masih banyak perajin yang bergantung pada alat-alat tradisional yang dinilai terlalu lama untuk berproduksi.

3. Sumber daya manusia

"Sebagian orang yang ikut terlibat dalam usaha fashion di Indonesia hanya untuk iseng-iseng atau coba-coba, sayangnya, tidak punya basis ilmu yang cukup untuk menjalankan usaha ini secara optimal dan menyuguhkan yang terbaik. Karenanya, setiap tahun kami melakukan pelatihan dan pendampingan kreativitas," ujarnya.

4. Pemasaran

Menurut Euis, masih ada kendala dalam memasarkan koleksi busana Muslim Indonesia. Namun, pihaknya berupaya untuk membiayai IKM-IKM yang berpotensial untuk berpameran dan berjualan di luar negeri.

5. Permodalan

Dikatakan Euis, bunga bank Indonesia termasuk tinggi se-Asia. Ini masih menjadi kendala untuk para pengusaha kecil mencoba membangun usaha. "Namun kami masih berusaha untuk terus menggenjot bank menerbitkan KUR dengan harapan bisa menggaet offtaker dari beberapa industri sebagai kolateral atau penjamin untuk menghidupkan usaha-usaha kecil," katanya.


Keyakinan untuk mencapai cita-cita menjadikan Indonesia sebagai kiblat busana Muslim Indonesia, menurut Irna karena ada keunggulan dan celah di sana.


"Indonesia punya keragaman yang luar biasa. Mulai dari gaya desain, kerajinan, bahkan kreativitas desainer, dan lain sebagainya. Hal-hal itu tidak ada di negara-negara lain. Tak heran, banyak negara-negara tetangga yang mencoba melirik ke desain busana Muslim di Indonesia," kata Irna Mutiara, Ketua Pelaksana IIFF 2012.


Menurut Irna, target IIFC dalam waktu dekat adalah merambah pasar ASEAN di tahun 2015 dan dunia internasional di tahun 2020.


Ini adalah tahun kedua untuk Ditjen IKM Kemenperin mendukung kegiatan IIFF, mengenai penyelenggaraan ini, Euis mengatakan, "Saya melihat semangat dan keseriusan dari orang-orang yang terlibat di IIFF ini. Mereka terus maju dan percaya diri untuk terus menggerakkan ini. Saya memang melihat industri fashion Indonesia seperti gerbong-gerbong kereta yang berceceran. Kita butuh lokomotifnya yang menuntun semuanya supaya berjalan bersama dan beriringan, saling mengikat."
Rating Artikel : 5 Jumlah Voting : 99 Orang
Previous Post
Next Post

0 Please Share a Your Opinion.: