Teknologi robotik dan mekanis dewasa ini berhasil mengikis fungsi
tertentu dari tugas manusia. Para peneliti dan ilmuwan terus berlomba
memanfaatkan teknologi robotik untuk meringkas suatu pekerjaan.
Bahkan, sebagian robot mulai menggantikan beberapa peran manusia
secara total karena lebih praktis, cepat dan telaten. Belakangan
teknologi robot juga mulai menjajah seni dan hiburan.
Tapi, bagaimana jika ada robot di bidang penegakan hukum? Robot hakim
atau jaksa contohnya. Baru-baru ini sekelompok peneliti dari London,
Inggris berhasil membuat robot yang bisa berperan sebagai seorang juri
untuk sebuah persidangan.
Para ilmuwan ini berkolaborasi dengan ahli hukum membuat robot humanoid yang
bisa mendeteksi suatu kebohongan. Robot ini terprogram dengan tegas,
dan bersifat galak bagi mereka yang memberikan kesaksian palsu dalam
suatu persidangan.
Wall Strert Journal mengatakan, robot ini bernama ALICE atau Artificial Linguistic Internet Computer Entity.
Robot tersebut akan menjawab kemalasan masyarakat di negara-negara
hukum anglosakson untuk menjadi seorang juri dalam suatu persidangan.
Dalam sebuah simulasi, ilmuwan menyusun transkip persidangan dengan
menghadirkan para terdakwa dan saksi. Robot mendengarkan pengakuan dari
peserta peradilan. Alice bereaksi jika seseorang membuat pernyataan
palsu.
Dikatakan akurasi mendeteksi kebohongan mencapai 53 persen. Anggota
tim ilmuwan, Massimo Poesio mengatakan hasil tersebut tidak buruk.
Apalagi sepertiga pernyataan memang dipalsukan.
"Sistem kami menangkap pernyataan yang benar dengan baik dibanding sebuah penipuan," Kata Poesio.
Alice menggolongkan frasa-frasa seperti 'saya tidak tahu' atau 'saya kira' adalah pemikiran kognitif yang berindikasi penipuan.
Anggota tim ilmuwan lainnya, Tommaso Fornaciari mengusulkan, tujuan
pembuatan robot ini hanya mengakuratkan mesin pendeteksi kebohongan.
Psikolog untuk kepolisian ini mengatakan sulit menjadikan Alice sebagai
juri yang memutuskan nasib terdakwa.
"Jujur, saya tidak berpikir ke arah sana," kata dia.
Pakar Hukum dari Universitas of Pittsburgh, Kevin Ashley
mengapresiasi temuan Alice dengan deteksi penipuannya. Tapi kata dia,
kondisi peradilan sesungguhnya jauh lebih kompkeks ketimbang dapat
memisahkan pernyataan atau kesaksina palsu. republika.co.id
0 Please Share a Your Opinion.: