02 Januari 2014

Deteksi dini HIV/AIDS

AIDS
Satu-satunya cara efektif untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV adalah dengan melakukan tes HIV. Meski begitu, beberapa gejala juga bisa menunjukkan positif HIV. Namun, umumnya gejala ini muncul bertahun-tahun setelah tubuh terinfeksi.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang tak pandang bulu. Virus ini bisa menyerang siapa saja melalui beberapa media penularan seperti cairan darah, sperma, vagina, serta ASI. Bila tak diketahui, HIV bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome).

Michael Horberg, Direktur HIV/AIDS pusat kesehatan Kaiser Permanente di Oakland, California, mengatakan tes HIV menjadi cara paling tepat karena terkadang gejala infeksi HIV muncul tahunan bahkan hingga satu dekade, setelah tubuh terinfeksi.

Meski gejala positif HIV bisa dikenali, tes HIV tetap menjadi rekomendasi. Terutama bagi orang yang sering berganti pasangan dan melakukan hubungan seks tanpa pengaman juga pengguna obat intravena. Meski begitu, tes HIV sebenarnya berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

Pakar penyakit dalam Samsuridjal Djauzi dalam acara peluncuran situs informasi HIV dan AIDS di Jakarta, beberapa waktu lalu, mengatakan dengan semakin banyak orang melakukan pemeriksaan HIV, maka angka transmisi virus akan semakin bisa ditekan.

"Ibu rumah tangga yang sebelumnya dipikir memiliki sangat rendah ternyata mengalami kenaikan signifikan untuk kelompok yang meningkat prevalensi HIV-nya. Maka, tinggi rendahnya risiko, tetap harus cek HIV," tegasnya.

Tes HIV menjadi penting sebagai upaya deteksi dini, sebelum akhirnya mendapati 16 gejala mirip flu yang dikenal sebagai sindrom retroviral akut. Sindrom ini dialami 40 hingga 90 persen orang yang positif HIV setelah sebulan atau dua bulan terinfeksi.

1. Demam.
Demam hingga 38 derajat Celcius, yang diikuti gejala lain seperti lelah, sakit tenggorokan, nyeri/bengkak di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening merupakan salah satu gejala positif HIV.

"Pada tahap ini, virus berpindah ke aliran darah dan mulai berkembang biak dalam jumlah besar. Saat ini berlangsung, terjadi reaksi inflamasi pada sistem imun," ungkap Carlos Malvestutto, instruktur penyakit infeksi dan imunologi di NYU School of Medicine, New York.

2. Lelah.
Sistem imun yang merespons adanya peradangan membuat tubuh mudah lelah. Kelelahan bisa menjadi tanda awal atau lanjutan dari infeksi HIV. Hal inilah yang dialami pengidap HIV, Ron, 54. Gejala lelah baru dirasakannya setelah 25 tahun silam melakukan tes HIV.

3. Otot pegal, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala ini mirip dengan flu atau infeksi virus lainnya, seperti sipilis dan hepatitis. Kelenjar getah bening yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, biasanya meradang jika terjadi infeksi. Infeksi biasanya terjadi di ketiak, leher, paha.

4. Sakit tenggorokan dan sakit kepala.
Seperti gejala lainnya, sakit tenggorokan dan sakit kepala juga bisa dikenali sebagai sindrom retroviral akut. Tentunya gejala ini muncul atau dialami orang yang berisiko tinggi terkena HIV.

Horberg mengatakan orang berisiko tinggi terkena HIV sebaiknya melakukan tes, demi kebaikan dirinya dan orang lain. Pasalnya, HIV paling mudah menjalar di tahap awal.

Yang perlu diingat adalah tubuh tidak memproduksi antibodi yang bisa melawan HIV. Butuh waktu berbulan-bulan untuk melihat hasil tes darah antibodi HIV. Sementara dalam waktu tersebut, bisa saja seseorang sudah terinfeksi HIV.

5. Ruam kulit.
Ruam kulit bisa muncul pada infeksi HIV stadium awal atau beberapa waktu setelahnya. "Jika ruam kulit ini sulit untuk dijelaskan kondisinya, dan sulit disembuhkan, Anda harus mulai berpikir melakukan tes HIV," saran Horberg.

6. Mual, muntah, diare.
Pada tahap awal infeksi HIV, penderitanya, 30-60 persen mengalami mual, muntah, diare, jelas Malvestutto. Gejala-gejala ini juga bisa muncul sebagai efek samping terapi antiretroviral sebagai pengobatan infeksi HIV.

7. Turun berat badan.
Berat badan turun merupakan salah satu tanda penyakit serius dan bisa jadi efek dari diare. Pada pengidap HIV/AIDS, berat badan mengalami penurunan 10 persen dan mengalami diare atau tubuh lemas dan demam selaam 30 hari.

"Jika sudah kehilangan berat badan tandanya sistem imun terkuras. Meski pasien sudah makan banyak, berat badannya tetap saja menurun. Walau begitu, hal ini semakin jarang terjadi berkat terapi antiretroviral," ungkap Malvestutto.

8. Batuk kering.
Batuk kering bisa saja petanda alergi. Namun, pada orang berisiko tinggi terkena HIV/AIDS, batuk kering perlu diwaspadai sebagai salah satu sindrom retroviral akut.

Biasanya batuk kering berlangsung bertahun-tahun dan kondisinya bertambah buruk. Obat apa pun tidak bisa menyembuhkannya. Ahli alergi pun mulai menyerah.

9. Radang paru.
Batuk dan berat badan yang terus menurun merupakan tanda infeksi serius disebabkan kuman yang tak terkalahkan sebagus apa pun sistem imun tubuh.

Menurut Malvestutto, orang yang berisiko tinggi HIV bisa terkena infeksi dalam bentuk berbeda. Bisa berupa pneumonia (radang paru) AIDS, ada juga yang terkena infeksi toksoplasma atau infeksi parasit yang menyerang otak, dan lainnya.

10. Berkeringat saat malam.
Pada orang yang terinfeksi HIV stadium awal, setengahnya kerap berkeringat saat malam. Semakin lama terinfeksi, kondisi ini bisa terjadi terus menerus meski tidak sedang dalam kondisi berolahraga atau dalam ruangan yang sejuk sekali pun. Sindrom ini juga kerap dialami wanita saay mengalami menopause.

11. Perubahan pada kuku.
Tanda lain dari infeksi HIV stadium akhir adalah perubahan kuku, seperti penebalan dan kuku melengkung. Kuku juga mengalami perubahan warna (garis hitam atau coklat pada kuku, baik secara vertikal maupun horizontal).

Seringkali hal ini disebabkan infeksi jamur, seperti Candida. "Pasien yang sistem kekebalan tubuhnya menipis akan lebih rentan terhadap infeksi jamur," kata Malvestutto.

12. Infeksi mulut.
Infeksi jamur lain yang umum terjadi pada stadium akhir adalah infeksi mulut, disebabkan oleh Candida. Bentuknya berupa bercak putih di lidah.

"Ini adalah jamur yang sangat umum dan salah satu yang menyebabkan infeksi jamur pada wanita. Jamur ini kerap muncul di mulut atau kerongkongan, sehingga menyulitkan  menelan," kata Malvestutto.

13. Sulit konsentrasi.
Infeksi HIV  juga menimbulkan masalah kognitif. Biasanya terjadi setelah beberapa lama terinfeksi. Gejalanya di antaranya sulit konsentrasi, demensia, mudah marah, mudah emosi. Selain masalah psikis, juga terjadi masalah motorik. Seperti menjadi kikuk, kurang koordinasi, kesulitan menulis tangan.

14. Herpes mulut.
Herpes mulut dan herpes genital dapat menjadi tanda dari sindrom retroviral akut dan infeksi HIV stadium akhir.

Herpes merupakan faktor risiko penularan HIV. Terutama herpes kelamin yang dapat menyebabkan borok dan memudahkan HIV masuk ke dalam tubuh saat berhubungan seks. Orang terinfeksi HIV cenderung memiliki wabah herpes lebih parah dan lebih sering karena HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh.

15.Mati rasa dan kesemutan.
Infeksi HIV stadium akhir dapat menyebabkan mati rasa dan kesemutan di tangan dan kaki. Kondisi ini disebut Peripheral neuropathy atau kerusakan saraf kronis, biasanya juga terjadi pada orang dengan diabetes yang tidak terkontrol.

16. Menstruasi tidak teratur.
Penyakit HIV meningkatkan risiko menstruasi tidak teratur, seperti periode lebih sedikit atau lebih ringan. Perubahan ini, bagaimanapun, memiliki keterkaitan dengan penurunan berat badan dan kesehatan yang buruk dari wanita dengan tahap akhir infeksi.

Infeksi HIV juga terkait dengan usia menopause awal (47-48 tahun bagi perempuan yang terinfeksi, dibandingkan dengan 49-51 tahun untuk perempuan yang tidak terinfeksi HIV).
Previous Post
Next Post