24 Juni 2012

CN 295 Harapan TNI AU

Mabes TNI AU masih melakukan investigasi kecelakaan Fokker-27. Sembari menunggu, pesanan pesawat pengganti Fokker, yakni CN 295, sebentar lagi selesai. Hingga 2014 nanti, TNI AU akan memiliki sembilan pesawat baru CN 295 produksi PT Dirgantara Indonesia bekerjasama dengan Airbus Military Spanyol.
 
“TNI AU siap melaksanakan perintah Presiden untuk sementara tidak menerbangkan Fokker dan menunggu CN 295,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Azman Yunus di Jakarta kemarin (23/06/2012). Presiden menyampaikan arahannya di sela-sela KTT Rio di Brazil.

Menurut Azman, fokus utama TNI AU sekarang adalah melakukan investigasi kecelakaan. “Kami pastikan jadwal rutin kedinasan di Skadron juga tidak akan terganggu,” ujarnya. Saat ini, selain Fokker 27 Skadron 2 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma juga mempunyai armada CN-235.

Hingga kini, pesawat baru CN 295 memang belum ada di tangan TNI AU. Namun, pada 7 Oktober 2011 lalu pabrikan Airbus Military mendatangkan pesawat CN 295 dan diuji terbang. Pesawat ini sukses melakukan STOL (Short Take Off and Landing) atau terbang dengan jarak landasan pendek di Lapangan Udara Astra Ksetra Menggala Tulang Bawang Lampung yang hanya berjarak 600 meter.

Pesawat juga diujicoba dropping pasukan di Lanud Sulaiman Bandung, lalu ke Bali dan Papua. ”Secara umum, hasilnya sangat memuaskan,” kata Azman. ”Ini harapan baru TNI AU agar alutsista kita terus semakin maju,” tambahnya.

Dalam penjelasan PT Dirgantara Indonesia di Kementerian Pertahanan beberapa waktu lalu, pesawat CN 295 ini akan dibuat secara joint production. Dari sembilan pesawat hingga 2014, dua di antaranya diselesaikan di Spanyol. Sisanya, akan diusahakan di Bandung.
Rencananya, nama pesawat akan diganti menjadi Nusantara 295 atau N 295 namun masih menunggu kesepakatan lebih lanjut dengan pihak Airbus Military Spanyol. Pesawat didesain memiliki akselerasi tinggi dan dapat diterbangkan dari lapangan udara dengan panjangan landasan 670 meter dan tidak harus beraspal.

Dengan kemampuan lepas landas dan mendarat dalam jarak pendekakan mendukung operasional pesawat itu di sejumlah lapangan udara berlandasan pendek di Indonesia maupun di negara-negara di Asia Pasific.
Pesawat itu juga bisa lepas landas pada situasi dan kondisi darurat. Selain itu juga cukup andal dan mampu beroperasi dalam berbagai kondisi baik cuaca dingin maupun panas seperti di gurun pasir.

Pesawat CN-295 mampu membawa beban sampai 9 ton dengan kecepatan terbang normal 260 knot atau 480 kilometer per jam. Sebagai pesawat generasi baru dengan perangkat pendaratan retractable dan struktur bertekanan yang memungkinkan terbang pada ketinggian 25.000 kaki.

Sedangkan mesin yang digunakan terdiri dari dua mesin turboprop Pratt&Whitney Canada PW127G, dengan kemampuan performa panas dan tinggi yang luar biasa, namun konsumsi bahan bakar rendah dengan jangkauan sangat jauh.
Pesawat CN 295 baik versi sipil maupun militer telah memiliki sertifikasi sesuai dengan peraturan kelayakan terbang dan standar keselamatan internasional termasuk FAR25. Pesawat itu dilengkapi dengan Highly Integrated Avionics System yakni suatu sistem avionic modern terintegrasi berdasar pada Thales Topdeck Avionic Suite.

“Saya yakin kalau nanti pesawat itu sudah ready, penerbang-penerbang kita akan langsung beradaptasi dan tidak ada kendala apapun,” kata Azman. Namun, dia belum bisa memastikan kapan para pilot Skadron 2 akan melakukan simulasi terbang dengan pesawat baru itu setelah kecelakaan terjadi. ”Terus terang kami masih dalam suasana berkabung,” katanya.

Saat ini, seluruh keluarga besar Korps Swa Bhuwana Paksa itu memang sedang berduka. ”Kerugian kami adalah kehilangan pilot-pilot terbaik. Tentunya kerugian tersebut tidak bisa dimaterialkan, namun ini sekaligus harus menjadi hikmah untuk masa depan TNI AU,” katanya.
Pimpinan AU akan memberikan bintang penghargaan bagi para anggota yang menjadi korban. ”Pasti akan kami beri bintang penghargaan, karena mereka gugur dalam melaksanakan tugas,”katanya.

TNI AU juga akan mengganti kerugian hancurnya rumah yang tertimpa Fokker 27 di Kompleks Angkatan Udara. Selain itu TNI AU memberikan santunan dan asuransi kepada keluarga korban

Di bagian lain, pengamat dan dosen penerbangan Institut Teknologi Bandung Dr Djoko Sarjadi, menilai penggantian pesawat Fokker 27 terlambat. Seharusnya, penggantian pesawat uzur tersebut dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Djoko menjelaskan sangat sedikit  negara yang masih mau menggunakan Fokker. “Hanya beberapa negara di Afrika yang masih mau menggunakan pesawat itu,” katanya.

Djoko menjelaskan pabrik pembuat pesawat Fokker-27 pun saat ini sudah tutup. Sehingga, tidak ada jaminan apakah suku cadang yang digunakan sekarang sesuai dengan pesawat asli. Kalau pun dilakukan penggantian suku cadang dengan yang asli, tutur Djoko, tidak menjamin kalau semua bagian suku cadang itu tergantikan. ”Jadi, langkah pemerintah ini sudah tepat, tapi agak terlambat,” katanya.
Previous Post
Next Post

0 Please Share a Your Opinion.: